lagi belajar blog

Tuesday, April 24, 2018

Anak-anak Berkelainan Fisik

Anak-anak Berkelainan Fisik
Suparno
Pada bagian ini akan mengantarkan saudara untuk memahami klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yaitu anak  tunanetra,  tunarungu,  dan  tunadaksa.  Untuk  itu  saudara  diharapkan dapat mencermatinya dengan baik, dan membaca referensi yang relevan dengan kajian materi ini. Usai mengikuti pembahasan subunit ini saudara diharapkan dapat menjelaskan klasifikasi  anak  berkebutuhan  khusus  yang mengalami kelainan fisik.
Klasifikasi Anak Tunanetra
Ilustrasi
Pada suatu sekolah, seorang guru mendapati seorang siswanya yang senantiasa mendekatkan penglihatannya pada saat membaca, dan terkadang mengarahkan telinganya pada penjelasan guru atau sumber suara lainnya. Padahal anak tersebut secara fisik tidak nampak adanya kecacatan pada matanya. Siswa tersebut ternyata berbeda dengan satu siswa lainnya yang memang secara fisik nampak adanya kelainan pada kedua indera penglihatannya.
Anak tunanetra sebagaimana yang dicontohkan pada ilustrasi di atas, adalah anak-anak yang mengalami kelainan    atau    gangguan    fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda. secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
  1. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang  yang  dikatakan  penglihatannya  normal,  apabila  hasil  tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan   untuk   seseorang   yang   mengalami   kelainan   penglihatan kategori Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus. Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan katergori  berat,  atau        The  blind,       yaitu  penyandang  tunanetra  yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat membedakan  gelap  dan  terang.  Sedangkan  tunanetra  yang  memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
  1. Berdasarkan adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan  penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya  dalam  pemberian  layanan  pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah:
  • Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup.
  • Ketidakmampuan melihat taraf  berat  (severe  visual  disability).  Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat     meskipun dengan   menggunakan  alat Bantu visual dan modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakantugas-tugas visual.
  • Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability) Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas- tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca  dan  menulis.  Untuk  itu  mereka  sudah  tidak dapat     memanfaatkan     penglihatannya     dalam     pendidikan,     dan mengandalkan  indra  perabaan  dan  pendengaran  dalam  menempuh pendidikan.
Klasifikasi Anak Tunarungu
Ilustrasi
Tedi, adalah seorang anak yang dinyatakan oleh dokter mengalami ketulian, tetapi di sekolah ternyata masih dapat mengikuti penjelasan guru dengan suara-suara yang keras. Padahal menurut sepengetahuan guru tersebut, yang namanya anak tuli atau tunarungu itu pastilah mereka tidak dapat mendengarkan suara-suara yang datang padanya, sehingga guru tersebut menjadi ragu tentang kemampuan atau ketidakmampuan seorang anak tunarungu dalam merespon suara yang datang padanya.
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang    ada               di          sekitarnya.           Tunarungu       terdiri  atas           beberapa  tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
  1. Klasifikasisi umum
  • The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
  • Hard of Hearing,  atau  kurang  dengar,  yaitu  penyandang  tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.
  1. Klasifikasi Khusus
  • Tunarungu ringan,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 25– 45 dB
Yaitu sesorang yang mengalami ketunarunguan taaf ringan,  dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seseorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah,  misalnya  dengan  menempatkan  tempat  duduk  di  bagian depan, yang dekat dengan guru.
  • Tunarungu sedang,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 46 – 70 dB
Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jara 3-5 feet secara berhadapan,  tetapi  tidak  dapt  mengikuti  diskusi-diskusi  di  kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
  • Tunarungu berat,  yaitu  penyandang  tunarungu  yang  mengalami tingkat  ketulian 71 – 90 dB
Sesorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya      pembinaan       atau      latihan-latihan      komunikasi       dan pengembangan bicaranya.
  • Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas
Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran- getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.
Klasifikasi Anak Tunadaksa
Ilustrasi
Pada suatu kesempatan, beberapa orang guru dari sekolah umum mengunjungi lembaga yang anak-anak cacat. Di sana mereka melihat adanya berbagai macam kelainan yang dialami oleh anak, ada yang anggota tubuhnya tidak lengkap, ada yang lumpuh, ada cara  berjalannya tidak  sempurna,  atau  ada  pula  yang  hanya  bisa  berguling-guling. Merekapun berfikir, apa sebenarnya yang membedakan mereka.
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat   tubuh,   yang   mencakup   kelainan   anggota   tubuh   maupun yang mengalami  kelainan  gerak  dan  kelumpuhan,  yang  sering disebut sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai berikut:

Menurut      tingkat      kelainannya,       anak-anak      tunadaksa      dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Cerebral palsy (CP) :
  • Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri.
  • Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri.
  • Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri.
  1. Berdasarkan letaknya
  • Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya.
  • Dyskenisia, gerakannya  tak  terkontrol  (athetosis),  serta  terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid).
  • Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai.
  • Campuran, yang mengalami kelainan ganda
  1. Polio
  • Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
  • Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan.
  • Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair.
  • Encephalitis,  yang   umumnya   ditandai   dengan   adanya   demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
Latihan
Untuk memperdalam pemahaman saudara mengenai konsep layanan, maka berikut ini ada beberapa latihan yang harus dikerjakan.
  1. Buatlah sebuah rangkuman singkat mengenai klasifikasi anak-anak tunanetra, tunarungu dan tunadaksa. Jelaskan pula hal-hal khusus yang saudara ketahui mengenai klasifikasi ketiga jenis anak berkebutuhan khusus tersebut.
  2. Jelaskan pengalaman saudara, apakah selama ini pernah menemui anak- anak berkebutuhan khusus yang termasuk tunanetra, tunarungu, atau tunadaksa di sekolah atau di lingkungan sekitar saudara tinggal? Bagaimanakah dengan  taraf  kelainan  yang  disandangnya,  termasuk ringan, sedang, ataukah berat?
  3. Sudah sesuaikah layanan pendidikan yang diberikan untuk anak-anak penyandang tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, jika dilihat dari tingkat ketunaannya selama ini? Jelaskan pendapat saudara, disertai landasan pemikirannya secara obyektif.
Rangkuman
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan fungsi pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh (tunadaksa). Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut  sangat  beragam,  dari  kategori  ringan  sampai  yang  berat,  namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum maupun klasifikasi secara khusus.
Secara umum    anak tunanetra diklasifikasan menjadi (1) Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m, dan (2) The blind,  tunanetra berat, yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang, serta (3) sangat berat, yang memilki ketajaman penglihatan dengan visus 0. Secara pedagogis, tunanetra dapat diklasifikasikan menjadi kategori sedang (moderate visual disability), taraf berat (severe visual disability), dan  kategori ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability).
Untuk anak tunarungu secara umum diklafikasikan menjadi dua, yaitu kurang dengar (hard of hearing) dan tuli (the deaf). Sedang secara lebih rinci tunarungu  dapat  diklasifikasikan  menjadi  (1) tunarungu  ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB, (2) tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB, (3) tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat         ketulian 71 – 90 dB, dan (4) Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat  ketulian 90 dB ke atas
Demikian pula untuk anak tunadaksa yang dapat diklasifikasikan menjadi (1) Cerebral palsy (CP) dalam taraf ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri. Taraf sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri. (2) Berdasarkan letaknya, mencakup spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya. Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis),   serta   terjadinya   kekakuan   pada   seluruh   tubuh   yang   sulit digerakkan (rigid).    Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai. Campuran, yang mengalami kelainan ganda, dan (3) Polio, dengan tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki; tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan; tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair; dan encephalitis, yang umumnya ditandai dengan adanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.





Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Anak-anak Berkelainan Fisik

0 comments:

Post a Comment